Sebanyak 534 bangunan mengalami rusak ringgan hingga berat akibat bencana ‘tornado’ yang terjadi Rabu sore (21/02) di Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat juga melaporkan, sebanyak 835 keluarga terdampak, dan 33 orang luka menjalani perawatan di rumah sakit.
Banyak video yang tersebar di media sosial menggambarkan angin kencang telah merobohkan pepohonan, kendaraan roda empat terguling, dan material bangunan terangkat ke angkasa.
Fenomena alam ini kemudian dianggap sebagai “tornado” yang kemungkinan muncul pertama kali di Indonesia menurut seorang Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Namun Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika menyatakan fenomena angin berputar itu sebagai puting beliung.
Apa yang sebenarnya terjadi? Apa bedanya tornado dan puting beliung? Berikut adalah hal-hal yang sejauh ini diketahui tentang fenomena angin kencang di Rancaengkek dan sekitarnya.
Bagaimana kesaksian penyintas?
Solihin, 65 tahun, melangkah hati-hati di antara reruntuhan bangunan dengan kondisi baju yang sudah lepek karena keringat. Sedikit demi sedikit, ia mengangkat puing-puing – kebanyakan atap rumah untuk dibersihkan.
Warga Dusun Bojong Bolang, di Kabupaten Sumedang ini harus menelan kerugian jutaan rupiah karena lima bangunan miliknya, empat di antaranya kos-kosan 30 pintu rusak diterjang tornado Rabu kemarin (21/02).
Ia mengatakan “angin tornado” sangat nampak dari jangkauan satu kilometer menuju rumahnya. Suaranya “seperti helikopter. Anginnya mutar ke atas. Hitam. Semua berterbangan. Genteng. Baja ringan. Berterbangan semua”.
“Saya teriak Allahuakbar, saya tidak keluar di dalam saja. Keluar, sudah hancur semua,” kata Solihin mengingat kejadian itu.
Menurutnya, angin yang membawa terbang atap rumah ini “lebih besar dari pada yang sudah-sudah.”
Ia bercerita saat angin berputar raksasa bergerak dari kejauhan menuju rumahnya. Langit gelap tertutup awan hitam.
Empu Marfuah sempat berdebat dengan Komar suaminya, yang mengatakan itu kebakaran, tapi dirinya bersikukuh kalau itu angin puting beliung.
Setelah benar-benar menyadari itu angin besar yang berputar, Empu dan Komar segera masuk ke dalam rumah dan saling menghimpit bersama anaknya di pojokan rumah. Ia memakai helm, dan baju berlapis-lapis untuk keselamatan.
Tornado itu memporak-porandakan rumahnya sekitar lima menit. Suara angin mulai senyap, digantikan hujan deras.
Ketika hujan, Empu menyadari atap rumahnya sudah bolong. Air hujan leluasa masuk ke dalam rumah, membasahi segala isi rumah termasuk kasur dan semua yang ada di dalam lemari.
“Itu semua basah kursi, kasur, lemari basah semua. Nggak ada tempat buat tidur,” https://gitarisgila.com/kata Empu. Ia juga menambahkan, suasananya saat itu “seperti mau kiamat”.
Fenomena alam seperti ini tak pernah ia alami sebelumnya.