Ratusan petugas pemungutan suara meninggal karena kelelahan saat pemilihan umum presiden dan legislatif serentak 2019. Untuk mencegah ini terulang lagi di 2024, Komisi Pemilihan Umum (KPU) membatasi usia dan memperketat syarat kesehatan petugas. Namun, penerapannya di lapangan menemui banyak hambatan.
Irwansyah kaget. Awal Januari lalu, tiba-tiba ia diminta melengkapi seluruh dokumen untuk mendaftar jadi petugas pemilu di lingkungan rumahnya di Kelurahan Jurangmangu Barat, Tangerang Selatan. Padahal, tenggat pendaftarannya 20 Desember 2023. Sudah lewat.
Sebenarnya, pengurus RT dan warga senior telah meminta Irwansyah bersiap sejak Oktober. Namun, tidak ada kabar hingga Januari.
“Tadinya saya nyangka nggak jadi,” kata Irwansyah, 48, yang juga dosen ilmu politik di Universitas Indonesia.
Peraturan KPU No. 8/2022 membatasi usia petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dalam rentang 17-55 tahun.
Sebelumnya, saat pemilu serentak 2019, KPU hanya mengatur usia minimal petugas KPPS, yaitu 21 tahun, tanpa menetapkan usia maksimal.
Peraturan baru ini membuat banyak warga senior di lingkungan rumah Irwansyah, termasuk yang telah berpengalaman menjadi petugas pemilu, tidak bisa mendaftar lagi. Makanya, anak-anak muda diminta maju.
Namun, sepanjang Oktober-Desember, jumlah pendaftar tak mencukupi. Karena usianya masih memenuhi ketentuan, Irwansyah dan istri akhirnya bersedia maju pada Januari.
Irwansyah lantas terpilih menjadi ketua KPPS untuk tempat pemungutan suara (TPS) nomor 63 di Jurangmangu Barat.
Ia bersedia maju karena, bila jumlah petugas KPPS di tempatnya tak mencukupi, TPS warga setempat bisa digabung dengan TPS warga dari area lain.
Dua petugas kelompok penyelenggara pemungut suara (KPPS) memeriksa form pemberitahuan memilih sebelum dibagikan ke warga di Lapangan Yos Sudarso, Bis Agats, Distrik Agats, Kabupaten Asmat, Papua Selatan, Minggu (11/02).
“Ketika imbauannya adalah membantu supaya TPS-nya nggak dipindah ke tempat lain, saya merasa itu kewajiban sipil,” kata Irwansyah.
“Saya juga tertarik sebetulnya, terutama karena pengalaman 2019 yang sensasional. Apa sih yang terjadi? Kenapa sampai orang kelelahan begitu?”
Merujuk data KPU per Oktober 2019, ada 894 petugas ad hoc yang meninggal dan 5.175 yang sakit dalam pelaksanaan pemilu serentak di tahun tersebut.
Ini mencakup petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) di desa dan kelurahan, serta KPPS dan petugas keamanan di tiap TPS.
Setelah melewati proses verifikasi dan validasi, jumlah korban meninggal dan sakit berkurang jadi masing-masing 708 dan 749.
Ini berbeda dengan data Kementerian Kesehatan per Mei 2019, yang mencatat 527 petugas pemilu meninggal dan 11.239 lainnya sakit.
Hasil riset Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta menunjukkan beban kerja tinggi yang dihadapi petugas pemilu 2019.
Sebelum hari pemungutan suara, secara median mereka bekerja selama 7,5-11 jam untuk mempersiapkan TPS, serta 8-48 jam untuk mempersiapkan dan mendistribusikan undangan. Di hari pemilu, jam kerja mereka bahkan berkisar 20-22 jam.
Sejumlah pekerja menghitung ulang jumlah surat suara Pemilu 2024 yang akan dimasukkan ke dalam plastik pembungkus saat melakukan proses setting surat suara di Gudang KPU Badung, Bali, Rabu (10/01).
Per Mei 2019, ada 12 petugas pemilu di Yogyakarta yang meninggal dunia. Tim peneliti UGM mewawancarai anggota keluarga para korban dan menemukan, seluruh korban adalah laki-laki dengan rentang usia 46-67.
Sebanyak 80% di antaranya memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, dan 90% punya riwayat merokok.
“Sebesar 89,2% dari 74 petugas pemilu yang sakit merasa memiliki tuntutan kerja yang tinggi, sedangkan hanya sebesar 74,2% dari 138 dari petugas pemilu yang sehat yang merasa demikian,” tulis tim peneliti UGM.
“Kondisi tersebut mengakibatkan petugas pemilu yang sakit memiliki tingkat kelelahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan petugas yang sehat.”
Riset Universitas Indonesia (UI) pun menunjukkan hasil serupa. Petugas pemilu disebut bisa bekerja hingga 18 jam di tengah cuaca yang tak ideal, khususnya suhu tinggi yang bisa memicu heat stress.
Belum lagi, banyak petugas telah berusia di atas 60, memiliki sejumlah riwayat penyakit seperti masalah saluran pencernaan, dan kerap kurang tidur.
“Respons stres yang paling banyak terjadi pada petugas KPPS pemilu 2019 dalam penelitian ini adalah kelelahan,” kata Retno Asti Werdhani dari Fakultas Kedokteran UI.
Mencari wajah baru petugas pemilu
Agus Mulyadi menolak mundur. Meski cedera pinggangnya belum pulih betul setelah terjatuh di rumah, ia bersikeras tetap menjalankan tugas sebagai ketua KPPS saat pemilu serentak pada 17 April 2019.
Di hari pemungutan suara, ia bertugas hingga kira-kira pukul 21.00 WIB di TPS 38 di Kelurahan Karawang Kulon, Karawang.
“Diingatkan sama rekan-rekannya, sudah jangan ikut jaga sampai malam, tapi dia ngeyel,” kata Eman Suryana, ketua PPS Kelurahan Karawang Kulon, pada BBC News Indonesia pada Sabtu (10/2).
“Terus dia pulang. Alasannya cuma masuk angin.”
Setelah pulang, kondisi Agus memburuk, hingga ia wafat tiga hari berselang di usia 53. Agus meninggalkan satu istri dan tiga anak.
Kisah petugas KPPS mengorbankan nyawa demi mengawal proses pemungutan dan penghitungan suara tersebar di mana-mana lima tahun silam.
Selain Agus, ada Fery Yunus di Jakarta Pusat dan Agus Susanto di Malang yang mengalami masalah jantung setelah bekerja hingga dini hari, juga Edirson di Pekanbaru yang bahkan terkena stroke di tengah proses penghitungan suara.
Melihat hal ini, KPU mengambil sejumlah langkah untuk menekan risiko kecelakaan kerja saat pemilu serentak 2024.
Ini termasuk menetapkan batas usia baru yang berkisar 17-55 tahun bagi petugas KPPS dan mewajibkan calon petugas menyerahkan surat keterangan sehat, yang menunjukkan mereka tidak memiliki penyakit bawaan.
Sejumlah petugas KPPS menyegel kotak suara usai memeriksa ulang kondisi logistik Pemilu 2024 setelah didistribusikan dari Ternate di Kantor Lurah, Kecamatan Pulau Moti, Maluku Utara, Sabtu (10/02).
“Sebab, dahulu faktor utama penyebab kecelakaan kerja tersebut yaitu karena faktor komorbid – penyakit bawaan seperti darah tinggi, jantung, dan lain sebagainya – yang mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh dan bahkan mengakibatkan kematian,” kata Idham Holik, anggota KPU, pada BBC News Indonesia pada Rabu (7/2).
Meski begitu, sulit untuk sepenuhnya menerapkan kebijakan baru KPU di lapangan.
Irwansyah di Jurangmangu Barat, misalnya, tetap lolos menjadi petugas KPPS meski hasil tes kesehatannya menunjukkan ia mengidap diabetes.
“Kan berarti ya itu masih dokumen formal saja, bukan sebagai syarat kelulusan atau pembatalan,” kata Irwansyah.
Ade Sandi Ulis, anggota PPS Desa Tinggar di Kecamatan Kadugede, Kuningan, mengatakan syarat kesehatan untuk menjadi petugas KPPS 2024 memang telah diperketat.
Kali ini, calon petugas harus menyertakan hasil tes tekanan darah, kadar gula darah, dan kolesterol, yang menurutnya tak diperlukan saat pemilu 2019.
Namun, Ade bilang syarat usia dari KPU sebenarnya tidak seketat itu.
“Ada pengecualian sih sebenarnya. Kalau misalkan sumber daya manusianya tidak ada lagi, asalkan yang bersangkutan bisa baca dan tulis, kemudian menghitung, itu bisa,” kata Ade pada Rabu (7/2).
Tiga petugas mengemas logistik Pemilu 2024 di GOR Merdeka Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Selasa (23/01).
Faktor pengalaman juga jadi pertimbangan dalam menentukan petugas KPPS, kata Eman, ketua PPS Karawang Kulon.
Idealnya, kata Eman, KPU berharap satu KPPS bisa diisi tiga orang lama yang telah berpengalaman menjadi petugas pemilu dan empat orang baru untuk regenerasi.
Namun, bila kesulitan mencari wajah baru, menurutnya warga berusia di atas 55 yang dianggap berpengalaman bisa diterima menjadi petugas.
“Tidak mungkin kita mengandalkan atau menyerahkan begitu saja di TPS ke orang-orang baru semua yang belum tahu caranya,” kata Eman.
“Tapi ternyata untuk mencari orang baru sebanyak itu susah,” tambahnya. “Kita ada satu atau dua orang baru [di tiap KPPS] saja sudah bersyukur.”
Menurut Irwansyah, ini bisa terjadi karena orang-orang yang aktif di lingkungan rumah – terutama di perkotaan – biasanya adalah warga senior. Mereka-lah yang terbiasa menangani urusan pemilu dan berurusan dengan birokrat, misalnya dari kelurahan.
Karena itu tidak banyak anak muda yang tertarik mendaftar jadi petugas KPPS, apalagi membayangkan kerumitan birokratis yang bakal dihadapi, tambahnya.
Sejumlah petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) untuk Pemilu 2024 mengucap sumpah saat pelantikan KPPS Desa Sukamantri di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (25/01).
Saat ini, hanya ada satu anak muda yang masih berkuliah S1 di KPPS yang dipimpin Irwansyah. Enam lainnya, termasuk Irwansyah, berusia 40an.
Beda halnya dengan Desa Tinggar tempat Ade menjadi anggota PPS. Menurut Ade, secara umum ada lebih banyak anak muda yang menjadi petugas pemilu 2024 dibandingkan lima tahun lalu. Ini karena pemuda setempat terbiasa aktif di lingkungannya, termasuk lewat karang taruna.
Sebelumnya, sempat muncul ide dari KPU untuk mendorong mahasiswa perguruan tinggi menjadi petugas KPPS melalui program Kampus Merdeka.
Ide ini dibahas dalam satu focus group discussion (FGD) yang diadakan KPU bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, berbagai kampus, lembaga swadaya masyarakat, dan lainnya pada semester dua 2023.
“Tapi ternyata untuk Kampus Merdeka itu harus didaftarkan terlebih dahulu. Sementara mereka baru ngomongin ini saat FGD di bulan Oktober kalau nggak salah,” kata Irwansyah yang hadir di FGD tersebut sebagai peserta.
Persoalan lainnya, mahasiswa yang menjadi petugas KPPS pun harus berdomisili di wilayah TPS terkait.
“Itu hal-hal yang nggak dipersiapkan dari jauh-jauh hari. Akhirnya wacananya nggak bisa dieksekusi secara teknis,” kata Irwansyah.
Pemilih penyandang disabilitas didampingi keluarganya saat mencoblos surat suara pada simulasi pemungutan suara Pemilu 2024 di Desa Cot Pluh, Samatiga, Aceh Barat, Aceh, Rabu (31/01).
Banjir seruan jaga kesehatan
Ada satu pos anggaran baru di dana operasional KPPS di Karawang Kulon untuk pemilu serentak 2024: pengadaan vitamin.
“Supaya KPPS itu fit,” kata Eman Suryana, ketua PPS Karawang Kulon.
“Yang kira-kira nggak perlu bergadang ya jangan bergadang. Konsumsi-lah vitamin, seperti yang sudah dianggarkan. Harus dibeli tuh vitamin.”
Imbauan bagi petugas KPPS untuk menjaga kesehatan semakin banyak dilontarkan jelang pemilu pada 14 Februari, entah oleh PPS, PPK, KPU, ataupun Kementerian Kesehatan.
Pada pemilu serentak 2024, ada total 5.741.127 anggota KPPS yang bertugas di 820.161 TPS yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan luar negeri.
Petugas Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) menyegel amplop berisi surat suara Pemilu 2024 di gudang logistik KPU Jakarta Pusat, GOR Cempaka Putih, Jakarta, Senin (05/02).
Sebagai perbandingan, lima tahun lalu ada 5.666.717 anggota KPPS yang bertugas di 809.531 TPS.
Nida Rohmawati, Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia Kementerian Kesehatan, mengatakan petugas KPPS mesti menerapkan apa yang disebut sebagai 4C: cukup tidur, cukup minum, cukup makan, dan cukup berolahraga.
“C pertama adalah cukup tidur, minimal enam sampai delapan jam sehari,” kata Nida dalam episode siniar KemenCast Kementerian Kesehatan yang dirilis pada Senin (5/2).
“Dehidrasi, kekurangan minum, itu menjadi faktor risiko terjadinya kesakitan dan kematian pada lima tahun yang lalu. Kami harapkan jangan lupa minum air putih. Kurangi minum kopinya dan minuman manis atau minuman kemasan yang manis.”
BPJS Kesehatan pun menyediakan layanan cek kesehatan bagi para petugas KPPS, di luar tes yang dilakukan di awal saat pendaftaran, untuk mendeteksi penyakit secara dini dan mengambil langkah penanganan yang tepat.
Bila belum terdaftar, para petugas KPPS 2024 juga berhak mengajukan diri untuk mendapat perlindungan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Sejumlah petugas mengemas logistik Pemilu 2024 di GOR Merdeka, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Selasa (23/01). KPU Kabupaten Jombang melibatkan seribu petugas untuk melakukan pengaturan dan pengemasan logistik Pemilu 2024.
Namun, di luar itu semua, KPU seharusnya menyediakan posko atau tenaga kesehatan bagi petugas KPPS yang kelelahan atau sakit, kata Khoirunnisa Nur Agustyati, direktur eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
“Paling nggak misalnya di satu kelurahan ada satu petugas kesehatan,” kata Khoirunnisa.
“Jadi kalau ada petugas KPPS yang kelelahan, bisa cepat ditangani.”
Saat ditanya soal kehadiran tenaga kesehatan di lapangan, anggotahttps://gitarisgila.com/ KPU Idham Holik hanya mengatakan pemerintah pusat dan daerah berkomitmen memberikan layanan kesehatan kepada petugas KPPS.
Eman, ketua PPS Karawang Kulon, menyebut KPU memang tidak mengharuskan ada petugas kesehatan berjaga di setiap TPS.
“Kita mah yang di bawah, yang penting kita kerja sesuai prosedur, sesuai aturan,” kata Eman.
“Apa yang diarahkan KPU seperti itu, jalankan seperti itu.”